Jumat, 26 Mei 2017

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jabar 2017 Sudah Di Depan Mata!



Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan untuk memperoleh input Peserta Didik sebagaimana standar yang diperlukan oleh setiap Satuan Pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada Lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan diatur bahwa pengelolaan Pendidikan Menengah, merupakan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi, maka penerimaan peserta didik baru pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Tahun Pelajaran 2017/2018, merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online dibangun sebagai upaya Transparansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk memberikan kesempatan secara adil dan merata kepada anak-anak usia sekolah menengah agar mereka dapat belajar di sekolah yang diminati.

Untuk lebih jelasnya, silahkan klik link: ppdb.jabarprov.go.id

Kamis, 25 Mei 2017

Kadisdik : Masyarakat Harus Beri Kesempatan dan Yakin Pendidikan Kita Bisa Maju

CIBINONG – Pada kegiatan Resepsi dan Anugerah Pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional Tingkat Kabupaten Bogor tahun 2017, di gedung Tegar Beriman, Cibinong, Selasa (2/5), Kepala Dinas Pendidkan (Kadisdik) Kabupaten Bogor, TB. A. Luthfi Syam menyatakan, kualitas sekolah – sekolah di wilayah Kabupaten Bogor tidak kalah dengan kualitas sekolah yang berada di wilayah kota.
Menurutnya, pihaknya telah melakukan berbagai upaya dan membuktikan bahwa kualitas sekolah beserta anak didik di Kabupaten Bogor sudah jauh lebih baik. “Masih ada orientasi dari para orang tua termasuk muridnya, bahwa sekolah di Kabupaten Bogor ini secara grade dibawah kota. Sekarang kita sudah buktikan, tapi kita juga berharap para orang tua juga berubah orientasinya,” ujar Luthfi.
Ia pun mengungkapkan, lembaga pendidikan di Kabupaten Bogor beberapa tahun kebelakang sempat menjadi sekedar tempat menimba ilmu bagi para anak didik yang sifatnya hanya sementara.
“Kita tidak mau lembaga pendidikan kita di Kabupaten Bogor itu hanya sekedar tempat transit, hanya sementara di Kabupaten Bogor. Seperti yang sempat terjadi pada tahun lalu, di satu semester pertama bersekolah di Kabupaten Bogor, semester berikutnya memindahkan anaknya ke sekolah yang ada di kota,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengutarakan, bahwa penyelesaian persoalan pendidikan di wilayah Kabupaten Bogor tidak hanya merupakan tugas Pemerintah Kabupaten Bogor, dalam hal ini dinas Pendidikan Kabupaten Bogor semata, campur tangan berbagai pihak terutama masyarakat tetap diperlukan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Jadi ini perlu komitmen dari semua, kami dari Disdik ingin memberikan pelayanan ke sekolah supaya sekolah ini menjadi unggul, tapi pada sisi yang lain semua stakeholder termasuk masyarakat juga harus memberi kesempatan dan harus punya keyakinan bahwa pendidikan kita bisa maju,” tegas Luthfi. (ARI/Disdik Kab. Bogor)

Dilema Antara Penghapusan Pelajaran TIK dan UNBK

CIBINONG – Disaat Ujian Nasional Bebasis Komputer (UNBK) didorong untuk diberlakukan di seluruh sekolah, namun Kementerian Pendidikan malah menghapuskan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari kurikulum. Hal ini pun menuai banyak kontroversi, dimana  pelajaran TIK dianggap masih sangat relevan dalam menunjang siswa guna menghadapi UNBK tersebut.
Tak hanya dipertanyakan oleh para pendidik, kebijakan tersebut juga mendapat kritik dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bogor, TB. A. Luthfi Syam. Menurutnya kebijakan Kementerian Pendidikan tersebut tidak sejalan dengan kebijakan penerapan UNBK di sekolah – sekolah.
“Seharusnya Kementerian juga membuat policy itu linier, maksudnya tahun ini kan sebetulnya kita diminta UNBK tapi ada kebijakan yang tidak linier seperti misalkan, dari mulai tahun kemarin mata pelajaran teknologi informasi dihapus, ini kan tidak linier sebetulnya,” ujar Luthfi.
Ia pun mengaku tidak mengetahui maksud dari kebijakan penghapusan mata pelajaran TIK tersebut. “Saya tidak tahu apa urgensinya sampai teknologi informasi itu dihapus bukan lagi menjadi mata pelajaran,” katanya.
Tak hanya soal penghapusan mata pelajaran TIK, Luthfi juga mengkritisi soal kebijakan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk buku pelajaran. Ia mengungkapkan, dana BOS lebih baik digunakan untuk kepentingan pengadaan sarana prasarana komputer di sekolah – sekolah demi menunjang siswa belajar melalui sarana buku elektronik atau ebook.
“Sebetulnya andaikata pemerintah daerah juga belum dapat memenuhi semua sarana komputer di sekolah kita berharap dari BOS, tapi kebijakannya tahun ini 20 persen BOS untuk beli buku, coba kalau beli komputer kan bisa juga belajar secara ebook, ini soal kebijakan tidak linier,” tandasnya.
Menyoal terselenggaranya UNBK di Kabupaten Bogor, Luthfi menjelaskan, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang masih menjadi kendala terselenggaranya UNBK di Kabupaten Bogor. “Cuma memang kan SMP kita juga banyak yang di pedalaman ini problemnya ada di sarana dan prasarana, sarana dan prasarananya itu dalam artian komputer dan jaringan, banyak SMP kita yang tidak tersentuh fiber optic dan lain sebagainya,” jelasnya.
Lebih lanjut Luthfi menyatakan, untuk SMP yang berada di wilayah dengan akses yang baik saat ini telah seluruhnya melakukan UNBK. “Memang sekolah – sekolah kita yang di perkotaan yang berdekatan dengan SMA dan SMK itu sekarang semua UNBK, kira – kira populasi yang ikut 27 ribuan lebih,” imbuhnya. (ARI/Disdik Kab. Bogor)

Pendidikan di kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor




Pendidikan di kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor sekarang bisa dibilang masih kurang baik, karena fasilitas untuk sekolah masih banyak yang kurang memadai. Jangankan sekolah, UPT pendidikannya saja masih serba kekurangan seperti dari segi sarana, karena sekarang UPT Pendidikannya masih meminjam gedung/kelas dari salah satu SD di Kecamatan Tenjolaya oleh karena itu gedung ini belum pernah diresmikan. Kecamatan Tenjolaya mempunyai 12 SMA/SMK.

Salah satu SMA nya adalah SMAN 1 Tenjolaya yang dimana gedung SMA tersebut masih baru, yang berdiri sejak 2015 lalu. SMA ini berdiri karena inisiasi dari warga dan juga didukung oleh tokoh-tokoh pendidikan, dan juga termasuk instansi kecamatan, lalu inisiasi ini direspon oleh pemerintah, maka mulailah SMA ini dibangun pada tahun 2012 dan selesai pada tahun 2015, ungkap Nana Supriyatna.

Setelah bangunan sekolah ini berdiri pada tahun 2015, namun sampe sekarang sekolah ini masih belum pernah diresmikan secara resmi oleh pemerintah. Jumlah siswa yang ada di SMAN 1 Tenjolaya ada 261 siswa.

Mereka rata-rata masih berasal dari sekitaran daerah Tenjolaya. Mereka kebanyakan berangkat ke sekolah menggunakan transportasi umum seperti angkot dan ojek. Namun di daerah ini angkot sangat sulit ditemui, kalo misalnya ada, pagi-pagi itu pasti penuh, dan mereka yang tidak mendapatkan angkot sudah jelas pasti akan telat ke sekolah. Fasilitas di sekolah ini masih jauh dari kata cukup, seperti perpustakaan, ruang kelas yang kurang, alat untuk belajar seperti olahraga ,lab computer, dan lab-lab lainnya yang masih belum ada. Lapangan untuk upacara SMA ini adalah lapangan yang dipenuhi dengan bebatuan yang kasar, yang kalo berdiri lama bisa membuat kaki para siswa cepat pegel dan capek. Bukan hanya siswa saja yang mengeluh, namun guru juga sedikit mengeluh, betapa kurangnya tenaga pengajar di SMA ini dan juga mengeluh bagaimana fasilitas yang ada. Guru resmi di SMA ini hanya ada satu orang dan dua lagi staf dan kepala sekolah.

Namun disana ada guru-guru honorer yang membantu sekolah tersebut. Gedung SMAN 1 Kec. Tenjolaya Kab. Bogor Gedung SMAN 1 Kec. Tenjolaya Kab. Bogor Guru honorer di SMA ini bisa dibilang melebihi jumlah guru resmi yang ada yaitu ada 18 guru honorer. Zaenal abidin menyatakan guru honorer yang ada disini rata-rata berasal dari kecamatan Tenjolaya, Ciampea, dan Cibung Bulang. Alasan mengapa honorer tersebut mau mengajar yang pertama adalah karena masalah ekonomi dan pengabdian mereka kepada daerah Tenjolaya sendiri. Guru honorer di SMA ini mendapatkan Rp.500.000 per bulan. Dengan tenaga guru yang kurang , tidak menyurutkan hati anak- anak untuk berangkat kesekolah.

 SMA ini belum mempunyai perpustakaan sendiri dan ruang kelas ini juga masih kurang, karena hanya ada 7 ruang kelas, sedangkan yang dibutuhkan ada 8 kelas, dengan kurangnya ruangan kelas, maka ruangan yang satu lagi diganti dengan ruangan perpustakaan untuk sementara. Untuk itu betapa sulitnya mereka yang sekolah nya jauh dari kata cukup. Namun mereka tidak patah semangat untuk berangkat kesekolah.